Saturday, May 2, 2015

Sebuah kisah benar yang terjadi pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab.



Suatu hari Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya para sahabat sedang asyik berbincang sesuatu. Di kejauhan datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegang seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.

Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata adik beradik itu berkata,
"Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!" "Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini!".
Umar segera bangkit dan berkata,
"Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka wahai anak muda?".
Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata, "Benar, wahai Amirul Mukminin."
"Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.", tegas Umar.

Pemuda lusuh itu mula bercerita,
"Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku mengamanahkan aku untuk suatu urusan muammalah untuk ku selesaikan di kota ini. Sesampainya aku, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu ku tinggalkan dia. Apabila kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merosakkan kebun milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan ku bunuh ia. Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini."

"Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami boleh mendatangkan saksi untuk itu.", sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.
"Tegakkanlah had Allah atasnya!" timpal yang lain.
Umar terpegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh.
"Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda soleh lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat", ujarnya.
"Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat atas kematian ayahmu", lanjut Umar.
"Maaf Amirul Mukminin," sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala, "kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan redha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa".
Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur dan bertanggung jawab.

Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata, "Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash ke atas ku. Aku redha dengan ketentuan Allah" ujarnya dengan tegas.
"Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk di qishash".

"Mana bisa begitu?", ujar kedua pemuda.
"Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?" tanya Umar.
"Sayangnya tidak ada Amirul Mukminin, bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang tanggungjawab kaumku bersamaku?" pemuda lusuh bertanya kembali.
"Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mahu menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji." kata Umar.
"Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah lah penjaminku wahai orang-orang beriman", rajuknya.

Tiba-tiba dari belakang hadirin terdengar suara lantang, "Jadikan aku penjaminnya wahai Amirul Mukminin".
Ternyata Salman Al-Farisi yang berkata...
"Salman?" herdik Umar marah, "Kau belum mengenal pemuda ini,
Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini".
"Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, ya Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang.
Akhirnya dengan berat hati Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh.

Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.
Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua.
Orang-orang mula bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Kerana mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.
Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhuatirkan nasib Salman. Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang paling utama.
Matahari hampir terbenam, siang mula berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mundar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa kerana kein
gkaran janji si pemuda lusuh.
Akhirnya tiba waktunya penqishashan, Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat pembunuhan. Hadirin mulai teresak, orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.

Tiba-tiba di kejauhan ada sesusuk bayangan berlari terhuyung-hayang, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.
"Itu dia!" teriak Umar, "Dia datang menepati janjinya!".
Dengan tubuh bersimbah peluh dan nafas tercungap-cungap, si pemuda itu berpaut di pangkuan Umar.
"Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku.." ujarnya dengan susah payah, "Tak ku sangka.. urusan kaumku.. mengambil.. banyak.. waktu..".
"Ku pacu.. tungganganku.. tanpa henti, hingga.. ia keletihan di gurun.. terpaksa.. kutinggalkan.. lalu aku berlari dari sana..".

"Demi Allah", ujar Umar menenanginya dan memberinya minum, "Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau boleh saja kabur dan menghilang?"
"Agar.. jangan sampai ada yang mengatakan.. di kalangan Muslimin.. tak ada lagi pahlawan.. tepati janji.." jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.
Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya, "Lalu kau Salman, mengapa semahu-mahunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?".
 "Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mahu menanggung beban saudaranya", Salman menjawab dengan mantap.
Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.
"Allahu Akbar!" tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak,
"Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu".
Semua orang tersentak kaget.
"Kalian.." ujar Umar, "Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?" Umar semakin terharu.
"Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mahu memberi maaf dan sayang kepada saudaranya" ujar kedua pemuda membahana.
"Allahu Akbar!" teriak hadirin.
Pecahlah tangis bahagia, haru dan bangga oleh semua orang.
Begitupun kita disini, di saat ini..
sambil menyisipkan sekelumit rasa iri hati kerana tidak boleh merasakannya secara langsung bersama saudara-saudara kita pada saat itu..

"Allahu Akbar...".
Laa ilaa ha illa anta
Subhaanaka innii kuntu minaz zhaalimiin.

Banyak pengajaran dan iktibar dari cerita ini.
Inilah inspirasi pagi ini yang ku kongsi dari temanku sesama Muslim.....
Sebuah kisah benar yang terjadi pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab.

Suatu hari Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya para sahabat sedang asyik berbincang sesuatu. Di kejauhan datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegang seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.

Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata adik beradik itu berkata,
"Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!" "Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini!".
Umar segera bangkit dan berkata,
"Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka wahai anak muda?".
Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata, "Benar, wahai Amirul Mukminin."
"Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.", tegas Umar.

Pemuda lusuh itu mula bercerita,
"Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku mengamanahkan aku untuk suatu urusan muammalah untuk ku selesaikan di kota ini. Sesampainya aku, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu ku tinggalkan dia. Apabila kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merosakkan kebun milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan ku bunuh ia. Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini."

"Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami boleh mendatangkan saksi untuk itu.", sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.
"Tegakkanlah had Allah atasnya!" timpal yang lain.
Umar terpegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh.
"Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda soleh lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat", ujarnya.
"Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat atas kematian ayahmu", lanjut Umar.
"Maaf Amirul Mukminin," sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala, "kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan redha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa".
Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur dan bertanggung jawab.

Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata, "Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash ke atas ku. Aku redha dengan ketentuan Allah" ujarnya dengan tegas.
"Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk di qishash".

"Mana bisa begitu?", ujar kedua pemuda.
"Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?" tanya Umar.
"Sayangnya tidak ada Amirul Mukminin, bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang tanggungjawab kaumku bersamaku?" pemuda lusuh bertanya kembali.
"Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mahu menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji." kata Umar.
"Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah lah penjaminku wahai orang-orang beriman", rajuknya.

Tiba-tiba dari belakang hadirin terdengar suara lantang, "Jadikan aku penjaminnya wahai Amirul Mukminin".
Ternyata Salman Al-Farisi yang berkata...
"Salman?" herdik Umar marah, "Kau belum mengenal pemuda ini,
Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini".
"Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, ya Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang.
Akhirnya dengan berat hati Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh.

Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.
Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua.
Orang-orang mula bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Kerana mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.
Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhuatirkan nasib Salman. Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang paling utama.
Matahari hampir terbenam, siang mula berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mundar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa kerana kein
gkaran janji si pemuda lusuh.
Akhirnya tiba waktunya penqishashan, Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat pembunuhan. Hadirin mulai teresak, orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.

Tiba-tiba di kejauhan ada sesusuk bayangan berlari terhuyung-hayang, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.
"Itu dia!" teriak Umar, "Dia datang menepati janjinya!".
Dengan tubuh bersimbah peluh dan nafas tercungap-cungap, si pemuda itu berpaut di pangkuan Umar.
"Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku.." ujarnya dengan susah payah, "Tak ku sangka.. urusan kaumku.. mengambil.. banyak.. waktu..".
"Ku pacu.. tungganganku.. tanpa henti, hingga.. ia keletihan di gurun.. terpaksa.. kutinggalkan.. lalu aku berlari dari sana..".

"Demi Allah", ujar Umar menenanginya dan memberinya minum, "Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau boleh saja kabur dan menghilang?"
"Agar.. jangan sampai ada yang mengatakan.. di kalangan Muslimin.. tak ada lagi pahlawan.. tepati janji.." jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.
Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya, "Lalu kau Salman, mengapa semahu-mahunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?".
 "Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mahu menanggung beban saudaranya", Salman menjawab dengan mantap.
Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.
"Allahu Akbar!" tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak,
"Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu".
Semua orang tersentak kaget.
"Kalian.." ujar Umar, "Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?" Umar semakin terharu.
"Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mahu memberi maaf dan sayang kepada saudaranya" ujar kedua pemuda membahana.
"Allahu Akbar!" teriak hadirin.
Pecahlah tangis bahagia, haru dan bangga oleh semua orang.
Begitupun kita disini, di saat ini..
sambil menyisipkan sekelumit rasa iri hati kerana tidak boleh merasakannya secara langsung bersama saudara-saudara kita pada saat itu..

"Allahu Akbar...".
Laa ilaa ha illa anta
Subhaanaka innii kuntu minaz zhaalimiin.

Banyak pengajaran dan iktibar dari cerita ini.
Inilah inspirasi pagi ini yang ku kongsi dari temanku sesama Muslim.....
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Seorang raja mempunyai. seorang hamba lelaki, pada semua keadaan, hamba tersebut selalu berkata,
"raja ku jangan berkecil hati dan kecewa kerana tiap sesuatu datang dari Allah dan pasti ada hikmahnya".
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ  πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Pada suatu hari, mereka pergi memburu dan haiwan buas telah menyerang raja, hamba raja itu  berjaya membunuh haiwan itu tetapi tidak dapat menyelamatkan satu jari baginda.
 πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Marah dan tanpa menunjukkan rasa terima kasih, Raja berkata; jika Tuhan adalah baik, saya tidak akan diserang dan hilang satu jari.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Hamba itu menjawab "raja ku jangan berkecil hati dan kecewa kerana tiap sesuatu datang dari Allah dan pasti ada hikmahnya"
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Marah dengan jawapan itu, raja memerintahkan supaya hamba itu dimasukan ke dalam penjara
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Ketika dibawa ke penjara, katanya kepada raja lagi, "aku tidak akan berkecil hati dan kecewa kerana tiap sesuatu datang dari Allah dan pasti ada hikmahnya"
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..
Beberapa hari kemudian, raja ditinggalkan sendirian untuk memburu dan telah ditangkap oleh orang asli yang menggunakan manusia yang sempurna untuk di korbankan
 πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Di saat raja itu mahu dikorbankan, orang asli itu mendapati bahawa raja tidak mempunyai satu jari, dia dibebaskan kerana dia dianggap tidak "sempurna" untuk dikorbankan.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Sekembalinya ke
istana, raja tersebut memerintahkan supaya hambanya dibebaskan dan berkata;
Kawan, Allah adalah benar-benar baik untuk saya. Saya hampir tewas tetapi kerana kekurangan satu jari. Jadi saya telah dibebaskan.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Tetapi saya mempunyai satu soalan; Jika Tuhan begitu baik, mengapa Dia membenarkan saya untuk meletakkan anda di dalam penjara?
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Hambanya menjawab; Raja, jika saya tidak dimasukkan ke dalam penjara, saya akan pergi berburu dengan Tuan, dan akan dikorbankan, kerana saya tidak mempunyai jari yang hilang.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Semua yang Allah izinkan terjadi adalah baik dan sempurna, Dia tidak pernah salah.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Sering kali kita mengeluh tentang hidup, dan pemikiran negatif dalam diri kita membunuh positif dalam diri kita... jadi berfikir positif dan percaya Allah pada setiap masa. Setiap sesuatu yang menimpa diri kita, datangnya dari Allah dan pasti ada hikmahnya....
πŸƒ ..πŸƒ  πŸƒ ..πŸƒ ..
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Seorang raja mempunyai. seorang hamba lelaki, pada semua keadaan, hamba tersebut selalu berkata,
"raja ku jangan berkecil hati dan kecewa kerana tiap sesuatu datang dari Allah dan pasti ada hikmahnya".
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ  πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Pada suatu hari, mereka pergi memburu dan haiwan buas telah menyerang raja, hamba raja itu  berjaya membunuh haiwan itu tetapi tidak dapat menyelamatkan satu jari baginda.
 πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Marah dan tanpa menunjukkan rasa terima kasih, Raja berkata; jika Tuhan adalah baik, saya tidak akan diserang dan hilang satu jari.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Hamba itu menjawab "raja ku jangan berkecil hati dan kecewa kerana tiap sesuatu datang dari Allah dan pasti ada hikmahnya"
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Marah dengan jawapan itu, raja memerintahkan supaya hamba itu dimasukan ke dalam penjara
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Ketika dibawa ke penjara, katanya kepada raja lagi, "aku tidak akan berkecil hati dan kecewa kerana tiap sesuatu datang dari Allah dan pasti ada hikmahnya"
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..
Beberapa hari kemudian, raja ditinggalkan sendirian untuk memburu dan telah ditangkap oleh orang asli yang menggunakan manusia yang sempurna untuk di korbankan
 πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Di saat raja itu mahu dikorbankan, orang asli itu mendapati bahawa raja tidak mempunyai satu jari, dia dibebaskan kerana dia dianggap tidak "sempurna" untuk dikorbankan.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Sekembalinya ke
istana, raja tersebut memerintahkan supaya hambanya dibebaskan dan berkata;
Kawan, Allah adalah benar-benar baik untuk saya. Saya hampir tewas tetapi kerana kekurangan satu jari. Jadi saya telah dibebaskan.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Tetapi saya mempunyai satu soalan; Jika Tuhan begitu baik, mengapa Dia membenarkan saya untuk meletakkan anda di dalam penjara?
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Hambanya menjawab; Raja, jika saya tidak dimasukkan ke dalam penjara, saya akan pergi berburu dengan Tuan, dan akan dikorbankan, kerana saya tidak mempunyai jari yang hilang.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Semua yang Allah izinkan terjadi adalah baik dan sempurna, Dia tidak pernah salah.
πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ ..πŸƒ 
Sering kali kita mengeluh tentang hidup, dan pemikiran negatif dalam diri kita membunuh positif dalam diri kita... jadi berfikir positif dan percaya Allah pada setiap masa. Setiap sesuatu yang menimpa diri kita, datangnya dari Allah dan pasti ada hikmahnya....
πŸƒ ..πŸƒ  πŸƒ ..πŸƒ ..

No comments:

Post a Comment